Mendes PDT Sebut Pemerasan Kepala Desa Marak, Ini Kata Wartawan Senior Probolinggo

Wartawan senior Probolinggo, Haji Iksan Mahmudi.
Wartawan senior Probolinggo, Haji Iksan Mahmudi.

Probolinggo, blok-a.com — Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDT) Yandri Susanto mengenai praktik pemerasan terhadap kepala desa oleh oknum LSM dan wartawan gadungan memicu respons dari berbagai pihak.

Yandri menyebut, aksi tersebut merugikan desa dengan jumlah yang fantastis, bahkan melebihi gaji di kementeriannya.

Dikutip dari JPNN.com, Yandri mengungkapkan modus operandi para oknum ini. “Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu dua, LSM sama wartawan bodrek, dan mereka mutar itu. Hari ini kepala desa ini minta Rp1 juta. Bayangkan, kalau ada 300 desa, Rp300 juta. Kalah gaji Kemendes itu, gaji menteri kalah itu,” ujar Yandri dalam potongan video yang diunggah di kanal YouTube Kemendes PDT, Jumat (31/1).

Haji Iksan Mahmudi, wartawan senior Probolinggo, turut memberikan pandangan terkait pernyataan tersebut.

Melalui pesan WhatsApp pada Senin (3/2/2025), ia menyebut bahwa jika seorang menteri sampai angkat bicara, maka dugaan maraknya kasus pemerasan ini memang perlu diperhatikan serius.

“Kalau sudah tataran menteri yang ngomong, saya menduga kasus pemerasan yang dilakukan oknum LSM dan wartawan abal-abal itu sudah masif,” ujar Haji Iksan.

Ia pun mengajak para pegiat LSM dan wartawan untuk introspeksi diri, alih-alih merasa tersinggung dengan pernyataan Yandri.

“Coba introspeksi saja, apakah selama ini sudah menjadi pegiat LSM dan wartawan yang baik?” katanya.

Haji Iksan juga menegaskan bahwa profesi LSM dan wartawan seharusnya menjunjung tinggi kejujuran serta integritas.

Menurutnya, istilah “memeras” tidak pantas melekat pada mereka yang menjalankan tugas secara profesional.

“Mungkin masih ada oknum yang berperilaku buruk, tapi jangan sampai itu merusak nama baik profesi,” tambahnya.

Pernyataan Mendes PDT ini kembali membuka diskusi mengenai profesionalisme di lapangan. Sejumlah kepala desa mengaku resah dengan praktik pemerasan yang berkedok kontrol sosial. Di sisi lain, organisasi pers dan aktivis LSM profesional merasa dirugikan oleh ulah segelintir oknum yang mencoreng citra mereka.

Kini, sorotan tertuju pada langkah pemerintah dan pihak berwenang. Akankah ada tindakan tegas untuk memberantas praktik yang merugikan desa dan mencederai nama baik profesi ini?.(jon/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?
Exit mobile version